KONSTRUKTIVISME DALAM
PEMBELAJARAN
Batasan / Definisi Konstruktivisme :
- merupakan
salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi dari
kenyataan, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada.
- pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari
kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang (mahasiswa). Mahasiswa membentuk
skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk
pengetahuan.
- Pengetahuan
bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan
ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia yang dialaminya
-
Proses
pembentukan ini berjalan terus menerus, dan setiap kali terjadi reorganisasi
atau rekonstruksi karena adanya pengalaman baru.
Pancaindera dan
Konstruktivisme
-
Seseorang
berinteraksi dengan objek dan lingkungannya melalui panca indranya, lalu
menkonstruksi gambaran dunia pengalamannya itu.. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begita saja dari otak seseorang
(dosen) ke kepala orang lain (mahasiswa). Mahasiswa sendirilah yang harus
mengartikan apa yang dipelajarinya itu, dan menyesuaikannya dengan pengalaman
atau hasil konstruksi yang telah mereka miliki/bangun sebelumnya. Pengetahuan ada dalam diri seseorang yang
sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak
seseorang ( dosen) ke kepala orang lain (mahasiswa). Mahasiswa sendirilah yang
harus mengartikan apa yang telah diajarkan itu dengan cara menyesuaikannya
terhadap pengalaman-pengalaman atau konstruksi yang telah dibangunnya.sendiri
dalam otaknya.
Pengalaman dan
Konstruktivisme
-
Pengetahuan
merujuk pada pengalaman seseorang akan dunia, tetapi bukan dunia itu sendiri.
-
Tanpa
pengalaman, seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman bukan saja
pengalaman fisik, tetapi juga pengealaman kognitif dan mental.
-
Pengetahuan
dibentuk oleh struktur penerimaan konsep seseorang ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya.
Jadi bagi orang itu, lingkungan ialah semua objek dan proposisinya yang telah
diabstraksikan ke dalam pengalaman orang itu. Abstraksi seseorang
terhadap suatu hal akan membentuk struktur konsep, dan membentuk
pengetahuan bagi orang tersebut.
Contoh: abstraksi seseorang akan
ciri-ciri kucing dibanding dengan harimau akan menjadi pengetahuan orang itu
tentang kucing dan harimau, yang selanjutnya dapat digunakan dalam membedakan
kucing dan harimau, dan menganalisis hewan-hewan lain yang dijumpainya.
Contoh lain: Losari di waktu senja.
Proses Konstruktivisame
Menurut konstruktivisme, pengetahuan bukan hal
yang statis dan deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Misalnya,
pengetahuan mengenai kucing, tidak sekali jadi, tetapi merupakan suatu proses.
Pada pertama kali melihat kucing kita memperoleh pengetahuan dengan melihat dan
menjamah. Pada kesempatan lain, kita bertemu dengan kucing lain. Interaksi
dengan macam-macam kucing akan menjadikan pengetahuan kita tentang kucing
menjadi lebih lengkap dan rinci. Hal ini terjadi secara terus menerus.
Konstruksi dan Pengetahuan
Semua pengetahuan yang diperoleh adalah hasil
rekonstruksi kita sendiri; kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari
seseorang kepada orang lain. Pengetahuan bukan
merupakan barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan
kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bila seorang dosen bermaksud
mentransfer suatu konsep, ide, dan pengertian kepada mahasiswa, maka pemindahan
itu harus diinterpretasikan, ditransformasikan dan dikonstruksikan oleh
mahasiswa itu sendiri lewat pengalamannya. Banyaknya mahasiswa yang salah
menangkap (misconception) apa yang diajarkandosen itu menunjukkan bahwa
pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus
dikonstruksikan, atau diinterpretasikan, dan ditransformasikan sendiri oleh
mahasiswa.
Agar mahasiswa mampu mengkonstruksikan
pengetahuan, diperlukan :
-
Kemampuan
mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman
-
Kemampuan
membandingkan, dan mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan atau
perbedaan sesuatu hal.
-
Lebih
menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain (selective conscience).
Aspek Berpikir
Ada 2 aspek
berpikir dalam proses pembentukanpengetahuan menurut Piaget.:
- Aspek
berpikir figuratif, merupakan imajinasi keadaan sesaat dan statis, yang mencakup
persepsi, imajinasi, dan gambaran mental seseorang terhadap suatu objek
atau fenomena.
- Aspek
berpikir operatif, lebih berkaitan dengan transformasi dari tahap yang satu ke tahap
yang lain, yang menyangkut operasi intelektual atau sistem transformasi.
Setiap tahap keadaan dapat dimengerti sebagai akibat dari transformasit
tertentu, atau sebagai titik tolak bagi transformasi lain.
Gagasan
Konstruktivisme mengenai pengetahuan
adalah sebagai berikut :
- Pengetahuan
bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu
merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan mahasiswa ( Mind as inner
individual representation)
- Mahasiswa
mengkonstruksi sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur
dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap individu akan memiliki, skema
kognitif, kategori, kosep, dan struktur yang berbeda. Dalam hal ini proses
abstraksi dan refleksi seseorang akan sangat berpengaruh dalam konstruksi
pengetahuan (Reflection / Abstraction as primary)
- Pengetahuan
dibentuk dalam struktur konsep masing-masing individu mahasiswa. Struktur
konsep dapat membentuk pengetahuan, apabila konsep yang baru diterima itu
dapat dikaitkan atau dihubungkan (proposisi) dengan pengalaman yang
telah dimiliki mahasiswa. Dengan demikian maka penegtahuan adalah apa yang
ada dalam pikiran setiap mahasiswa (Knowledge as residing in the mind).
- Dalam
proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaannya itu merupakan interpretasi
individual mahasiswa terhadap pengalaman yang telah dialaminya (Meaning as
intenally constructed). Perampatan (abstraksi) makna merupakan proses
negosiasi di dalam individu mahasiswa dengan pengalamannya melalui
interaksi dalam proses belajar mengajar (menjadi tahu) (Learning and
teaching as negotiated construction of meaning).
Konstruktivisme dan
Kenyataan
Konstruktivisme menyatakan bahwa seseorang
tidak pernah dapat mengerti kenyataan yang sesungguhnya. Yang dimengerti adalah
struktur konstruksi seseorang akan suatu objek. Konstruktivisme tidak bertujuan
untuk mengerti kenyataan, tetapi lebih menggambarkan proses kita menjadi tahu
akan sesuatu.
Bagi kaum konstruktivis, kebenaran terletak pad
viabilitas (viability), yaitu kemmapuan operasi suatu konsep atau pengethuan
dalam praktek.
Beberapa hal yang dapat membatasi proses konstruksi
pengetahuan manusia :
(Pengaruh terhadap
konstruksi pengetahuan)
Ø Hasil konstruksi yang telah dimiliki seseorang (constructed knowledge).
Ø Domain pengalaman seseorang (domain of experience)
Ø Jaringan struktur kognitif seseorang
(existing cognitive structure)
Asal-Usul
Konstruktivisme (Sejarah)
Hubungan antara Konstruktivisme,
Aliran Filsafat lain dan Teori Belajar
Konstruktivisme dan
Empirisme
Pertanyaan paling besar dalam konstruktivisme :
Struktur pengetahuan itu terletak dalam realitas mana ? Apakah yang disebut kebenaran pengetahuan ?
Kenyataan terdiri atas dua dimensi : dimensi
eksternal yang bersifat objetif, dan dimensi internal yang bersifat subjektif. Kaum
rasionalis : pengetahuan merujuk pada obyek-obyek, dan kebenaran merupakan
akibat dari deduksi logis. (Cogito ergo sum = Saya berpikir maka
saya ada). Kaum empiris : pengetahuan merujuk pada obyek-obyek
berdasarkan penalaran induktif dengan
bukti-bukti yang diperoleh dari pengalaman. Menurut kaum empiris, semua
kenyataan itu diketahui dan dipahami melalui indra, dan kriteria kebenarannya
adalah kesesuaiannya dengan pengalaman.
Dalam hal ini kaum rasionalis lebih menekankan pada : rasio, logika, dan
pengetahuan deduktif, sedangkan kaum empiris lebih menekankan pada pengalaman
dan pengetahuan induktif. Konstruktivisme dikatakan merupakan sintesis
pandangan rasionalis dan empiris. Konstruktivisme menunjukkan interaksi antara
subyek dan objek, antara realitas eksternal dan juga internal.
Konstruktivisme,
Empirisme, dan Relativisme
Konstruktivisme sering terkontaminasi sehingga
mengarah ke empirisme dan relativisme, terlebih dalam pendidikan sains. Kaum
konstruktivis dalam pendidikan sains menekankan pada peranan indra, pengalaman,
dan percobaan dalam pengembangan pengetahuan, sehingga cenderung ke empirisme.
Konstruktivisme,
Empirisme, Nativisme, dan Pragmatisme
Kalau empirisme menyatakan bahwa semua
pengetahuan diturunkan dari pengalaman indrawi, nativisme menyatakan bahwa
sumber pengetahuan adalah dari dalam. Konstruktivisme memuat segi empirisme dan
dan nativisme : pengetahuan itu berasal dari sumber luar tetapi dikonstruksikan
dalam diri seseorang. Kebenaran pengetahuan dalam konstruktivisme diganti
dengan viability (berjalannya suatu
pengetahuan). Hal ini berbeda dengan pragmatisme yang berslogan : kebenaran
adalah hanya apa yang jalan. Konstruktivisme tidak mengklaim suatu kebenaran.
Konstruktivime vs
Idealisme
Kaum idealis menyatakan bahwa pikiran dan
konstruksinya adalah satu-satunya realitas. Konstruktivisme menyatakan bahwa
kenyataan adalah apa yang dikonstruksikan dalam pikiran manusia . Bnetukan
selalu berjalan, namun tidak selalu merupakan representasi dari dunia nyata.
Konstruktivisme vs
Objektivisme.
Bagi para Objektivis : realitas itu ada,
terlepas dari pengamat, dan dapat ditemukan melalui langkah-langkah sistematis
menuju kenyataan dunia ini. Konstruktivisme : pengetahuan adalah konstruksi
pikiran manusia. Pengetahuan adalah suatu kerangka untuk mengerti bagaimana
seseorang mengorganisasikan pengealaman, dan apa yang mereka percayai sebagai
realitas.
Konstruktivisme dan
Pembelajaran
1. Pengetahuan dibangun oleh mahasiswa
sendiri, baik secara personal maupun sosial.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari dosen ke mahasiswa, kecuali melalui keaktifan mahasiswa sendiri untuk
menalar
3. Mahasiswa aktif mengkonstruksi
secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke yang
lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah
4. Dosen sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi mhasiswa dapat terlaksana.
Konstruktivisme dan
Teori Belajar
- Konstruktivisme
menjadi landasan beberapa Teori Belajar, misalnya Teori Perubahan Konsep,
Teori Belajar Bermakna (Ausubel), Teori Skema.
- Konstruktivisme
vs Behaviorisme dan Maturasionisme
Konstruktivisme dan
Miskonsepsi
Konstruktivisme dan
Balajar Bermakna
Konstruktivisme dan
Teori Skemma
Konstruktivisme,
Behaviorisme, dan Maturasionisme
Pengaruh
Konstruktivisme Terhadap Proses Belajar
Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan
proses aktif mahasiswa mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fsik,
dll. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman
atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki mahasiswa
sehingga pengetahuannya berkembang.
Proses tersebut bercirikan :
- Belajar
berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh mahasiswa dari apa yang
dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh
pengertian yang telah dimiliki.
- Konstruksi
arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan
fenomena atau persoalan yang baru, mahasiswa akan selalu mengadakan
rekonstruksi.
- Belajar
bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses pengembangan
pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru. Belajar bukanlah
suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang
menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
- Proses
belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi
ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu
belajar.
- Hasil
belajar dipengaruhi oleh pengalaman mahasiswa dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
- Hasil
belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui mahasiswa,
yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi
dengan bahan yang dipelajari.
Pengaruh
Konstruktivisme Terhadap Mahasiswa
Kegiatan belajar adalah kegiatan aktif
mahasiswa untuk menemukan sesuatu dan membangun sendiri pengetahuannya, bukan proses
mekanik untuk mengumpulkan fakta. Mahasiswa bertanggungjawab atas hasil
belajarnya. Ia membuat penalaran atas apa yang telah dipelajarinya dengan cara
mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah diketahuinya, serta
menyelesaikan ketidaksamaan antara yang telah diketahui dengan apa yang
diperlukan dalam pengalaman baru. Belajar merupakanpengembangan pemikiran
dengan membuat kerangka pengertian yang
berbeda. Belajar yang bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik,
dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, dll., dan dalam
prosesnya tingkat pemikiran selalu diperbaharui sehingga menjadi semakin
lengkap.
Setiap mahasiswa mempunyai caranya sendiri
untuk mengkonstruksikan pengetahuannya, yang terkadang sangat berbeda dengan
teman-temannya. Jadi sangat penting bagi dosen untuk menciptakan berbagai
variasi situasi dan metode belajar, karena dengan satu model saja tidak akan
membantu mahasiswa yang cara belajarnya berbeda.
Mahasiswa Belajar
dalam Kelompok
Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi
mahasiswa bila ia terlibat secara sosial dalam dialog, dan aktif dalam
percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna dapat diperoleh dari dialog antar
pribadi dalam suatu kelompok. Dalam kelompok belajar, mahasiswa dapat mengungkapkan
perspektifnya dalam melihat persoalan dan hal lain yang akan dilakukan dengan
persoalan itu. Melalui kesempatan mengemukakan gagasan, mendengarkan pendapat
orang lain, serta bersama-sama membangun pengertian akan menjadi sangat penting
dalam belajar, karena memiliki unsur yang berguna untuk menantang pemikiran dan
meningkatkan kepercayaan seseorang.
Pengaruh
Konstruktivisme terhadap Proses Pembelajaran
Bagi konstruktivisme, pembelajaran bukanlah kegiatan
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) dari dosen ke mahasiswa,
melainkan kegiatan yang memungkinkan mahasiswa membangun sendiri
pengetahuannya (belajar sendiri).
Pembelajaran berarti partisipasi dosen bersama
mahasiswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap
kritis, dan mengadakan justifikasi. Pembelajaran adalah proses membantu
seseorang berpikir secara benar, dengan cara membiarkannya berpikir sendiri,
Berpikir yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar atas
suatu persoalan. Seorang yang mempunyai cara berpikir yang baik dapat
menggunakan cara berpikirnya ini dalam mengahadapi suatu fenomena baru, dan
dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan lain. Kemampuan ini tidak
dipunyai mahasiswa yang hanya dapat menemukan jawaban yang benar, sehingga
tidak dapat memecahkan masalah yang
baru.
Dosen sebagai Mediator
dan Fasiliator
Menurut prinsip konstruktivisme, seorang dosen
berperan sebagai mediator dan fasilitator, dapat menerima dan menghormati
upaya-upaya mahasiswa untuk membentuk suatu pengertian baru, sehingga dapat
menciptakan berbagai kemungkinan untuk siswa berkreasi :
- Membebaskan
mahasiswa dari beban ikatan beban kurikulum dan membolehkan mahasiswa
untuk berfokus pada ide-ide yang menyeluruh (big concepts)
- Memberikan
kewenangan dan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengikuti minatnya, mecari
keterkaitan, mereformulasikan ide, dan mencapai kesimpulan yang unik.
- Berbagi
informasi dengan mahasiswa tentang kompleksitas kehidupan di mana terdapat
berbagai perspektif, dan kebenaran merupakan interpretasi orang per orang.
- Mengakui
bahwa belajar dan proses penilaian terhadap belajar merupakan hal yang
tidak mudah untuk dikelola, karena banyak hal yang tidak kasat mata,
tetapi lebihkepada rasionalitas individu..
Pengaruh Konstruktivisme
terhadap Strategi Pembelajaran
Selain penguasaan yang luas dan mendalam,
seorang dosen dituntut untuk menguasai beragam strategi pembelajaran sehingga
dapat disesuaikan dengan kebutuhandan situasi mahasiswa. Hal ini disebabkan
tidak ada satu strategi pembelajaran yang cocok untuk semua situasi, waktu, dan
tempat. Strategi yang disusun dosen hanyalah suatu alternatif, bukan menu yang
sudah jadi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam
konstruktivisme ialah mengevaluasi hasil belajar mahasiswa. Dalam
mengevaluasi, dosen sebenarnya menunjukkan kepada mahasiswa bahwa pikiran/
pendapat mereka tidak sesuai untuk persoalan yang dihadapi berdasarkan prinsip
atau teori tertentu. Kebenaran bukanlah hal yang dicari, namun berhasilnya
suatu proses (viable) adalah hal yang dinilai.
Dalam
mengevaluasi perlu dilihat tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, misalnya
mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya, atau sekedar dapat
menangani prosedur standar dan memberikan sumber jawaban standar yang terbatas.
Proses evaluasi berbeda berdasarkan tujuan belajarnya, namun dalam
konstruktivisme berfokus pada pendekatan mahasiswa terhadap persoalan yang
dihadapi, bukan jawaban akhir yang diberikannya.
Proses evaluasi dalam pembelajaran
konstruktivisme tidak tergantung pada
bentuk asesmen yang menggunakan paper and
pencil test atau bentuk tes objektif. Bentuk asesmen yang digunakan disebut
altenative assessment, seperti
portfolio, observasi proses, dinamika kelompok, studi kasus, simulasi dan
permainan, performance appraisal,
dll.
Pembelajaran
Konstruktivisme
Strategi Pembelajaran
Konstruktivisme
Student-centered
learning
Student-centered
Learning Strategies
:
-
belajar
aktif
-
belajar
mandiri
-
belajar
kooperatif dan kolaboratif
-
generative learning
-
model
pembelajaran kognitif :
- problem based learning
- discovery learning
- cognitive strategies