Welcome To Our English Conversation Club SMA Negeri 1 Sekaran Lamongan

Senin, 30 Maret 2015

Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Deskriptif Melalui Metode Chain Writing

ABSTRAK

            Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Deskriptif dengan Menggunakan Metode Chain Writing Siswa Kelas X MIA1 Semester I SMA Negeri 1 Sekaran Tahun Pelajaran 2014-2015.
   Sebuah Karya Tulis Ilmiah Penelitian Tindakan Kelas Pada Proses Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas X MIA1 SMA Negeri1 Sekaran Lamongan.
Adanya kenyataan bahwa siswa-siswi di SMA Negeri 1 Sekaran  mengalami kesulitan didalam mempelajari Bahasa Inggris  terutama pada standar kompetensi menulis, menjadi fokus dari tulisan ini.  Indikasinya bisa dilihat dari hasil ujian Tengah semester dimana sebagian besar dari mereka gagal mendapatkan nilai yang bagus.  Salah satu penyebab dari kegagalan ini adalah adanya budaya pengajaran yang tidak kondusif (Lestari, 1999).  Di dalam kelas siswa-siswi diharapkan untuk duduk manis, mendengarkan keterangan Bapak/Ibu Guru dengan seksama, penuh perhatian dan penuh hormat.  Guru adalah dianggap sebagai satu-satunya orang yang mengetahui segala sesuatu dan selalu mendominasi kegiatan di kelas (teknik tradisional).  Hal ini bertentangan dengan prinsip kurikulum baru yaitu proses belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student centered).  Peran guru adalah membekali siswa-siswinya dengan pengalaman tertentu guna mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam standar isi (Depdiknas, 2006). Jika budaya ini tidak dirubah, maka niscaya usaha apapun yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran akan sia-sia. Penggunaan strategy Chain Writing ini adalah salah satu alternative pembelajaran yang diterapkan di SMA Negeri 1Sekaran Kelas X MIA1 Semester I guna mewujudkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.  Hal ini sangat dimungkinkan karena pembelajaran bisa dilaksanakan di dalam maupun di luar kelas.
            Penelitian tindakan kelas di SMA Negeri 1 Sekaran  ini mencoba mencari sejauh mana penggunaan strategi Chain Writing dapat meningkatkan kemapuan menulis siswa.  Kemampuan menulis dimaksud adalah menulis karangan Deskriptif dengan memperhatikan  pilihan kata dan penggunaan ejaan yang merupakan Kompetensi Dasar menulis untuk kelas  X Semester I.

             
           

           
            Kata Kunci : Pembelajaran, Chain Writing, Menulis Teks Deskriptif



Minggu, 29 Maret 2015

MATERI PEMBELAJARAN : TEORI KONSTRUKTIVISME

KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN



Batasan / Definisi Konstruktivisme :

-  merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi dari kenyataan, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada.
-  pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang (mahasiswa). Mahasiswa membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.
-    Pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia yang dialaminya
-          Proses pembentukan ini berjalan terus menerus, dan setiap kali terjadi reorganisasi atau rekonstruksi karena adanya pengalaman baru.

Pancaindera dan Konstruktivisme

-          Seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya melalui panca indranya, lalu menkonstruksi gambaran dunia pengalamannya itu.. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begita saja dari otak seseorang (dosen) ke kepala orang lain (mahasiswa). Mahasiswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang dipelajarinya itu, dan menyesuaikannya dengan pengalaman atau hasil konstruksi yang telah mereka miliki/bangun sebelumnya.  Pengetahuan ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ( dosen) ke kepala orang lain (mahasiswa). Mahasiswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan itu dengan cara menyesuaikannya terhadap pengalaman-pengalaman atau konstruksi yang telah dibangunnya.sendiri dalam otaknya.

Pengalaman dan Konstruktivisme

-          Pengetahuan merujuk pada pengalaman seseorang akan dunia, tetapi bukan dunia itu sendiri.
-          Tanpa pengalaman, seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman bukan saja pengalaman fisik, tetapi juga pengealaman kognitif dan mental.
-          Pengetahuan dibentuk oleh struktur penerimaan konsep seseorang  ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi bagi orang itu, lingkungan ialah semua objek dan proposisinya yang telah diabstraksikan ke dalam pengalaman orang itu. Abstraksi seseorang terhadap suatu hal akan membentuk struktur konsep, dan membentuk pengetahuan bagi orang tersebut.

Contoh: abstraksi seseorang akan ciri-ciri kucing dibanding dengan harimau akan menjadi pengetahuan orang itu tentang kucing dan harimau, yang selanjutnya dapat digunakan dalam membedakan kucing dan harimau, dan menganalisis hewan-hewan lain yang dijumpainya.
Contoh lain: Losari di waktu senja.




Proses Konstruktivisame

Menurut konstruktivisme, pengetahuan bukan hal yang statis dan deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Misalnya, pengetahuan mengenai kucing, tidak sekali jadi, tetapi merupakan suatu proses. Pada pertama kali melihat kucing kita memperoleh pengetahuan dengan melihat dan menjamah. Pada kesempatan lain, kita bertemu dengan kucing lain. Interaksi dengan macam-macam kucing akan menjadikan pengetahuan kita tentang kucing menjadi lebih lengkap dan rinci. Hal ini terjadi secara terus menerus.

Konstruksi dan Pengetahuan

Semua pengetahuan yang diperoleh adalah hasil rekonstruksi kita sendiri; kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada orang lain. Pengetahuan bukan merupakan barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bila seorang dosen bermaksud mentransfer suatu konsep, ide, dan pengertian kepada mahasiswa, maka pemindahan itu harus diinterpretasikan, ditransformasikan dan dikonstruksikan oleh mahasiswa itu sendiri lewat pengalamannya. Banyaknya mahasiswa yang salah menangkap (misconception) apa yang diajarkandosen itu menunjukkan bahwa pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan, atau diinterpretasikan, dan ditransformasikan sendiri oleh mahasiswa.
Agar mahasiswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan, diperlukan :
-          Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman
-          Kemampuan membandingkan, dan mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan atau perbedaan sesuatu hal.
-          Lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain (selective conscience).

Aspek Berpikir

Ada 2 aspek berpikir dalam proses pembentukanpengetahuan menurut Piaget.:
  1. Aspek berpikir figuratif, merupakan imajinasi keadaan sesaat dan statis, yang mencakup persepsi, imajinasi, dan gambaran mental seseorang terhadap suatu objek atau fenomena.
  2. Aspek berpikir operatif, lebih berkaitan dengan transformasi dari tahap yang satu ke tahap yang lain, yang menyangkut operasi intelektual atau sistem transformasi. Setiap tahap keadaan dapat dimengerti sebagai akibat dari transformasit tertentu, atau sebagai titik tolak bagi transformasi lain.

Gagasan Konstruktivisme mengenai pengetahuan adalah sebagai berikut :

  1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan mahasiswa ( Mind as inner individual representation)
  2. Mahasiswa mengkonstruksi sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap individu akan memiliki, skema kognitif, kategori, kosep, dan struktur yang berbeda. Dalam hal ini proses abstraksi dan refleksi seseorang akan sangat berpengaruh dalam konstruksi pengetahuan (Reflection / Abstraction as primary)
  3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep masing-masing individu mahasiswa. Struktur konsep dapat membentuk pengetahuan, apabila konsep yang baru diterima itu dapat dikaitkan atau dihubungkan (proposisi) dengan pengalaman yang telah dimiliki mahasiswa. Dengan demikian maka penegtahuan adalah apa yang ada dalam pikiran setiap mahasiswa (Knowledge as residing in the mind).
  4. Dalam proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaannya itu merupakan interpretasi individual mahasiswa terhadap pengalaman yang telah dialaminya (Meaning as intenally constructed). Perampatan (abstraksi) makna merupakan proses negosiasi di dalam individu mahasiswa dengan pengalamannya melalui interaksi dalam proses belajar mengajar (menjadi tahu) (Learning and teaching as negotiated construction of meaning).

Konstruktivisme dan Kenyataan

Konstruktivisme menyatakan bahwa seseorang tidak pernah dapat mengerti kenyataan yang sesungguhnya. Yang dimengerti adalah struktur konstruksi seseorang akan suatu objek. Konstruktivisme tidak bertujuan untuk mengerti kenyataan, tetapi lebih menggambarkan proses kita menjadi tahu akan sesuatu.
Bagi kaum konstruktivis, kebenaran terletak pad viabilitas (viability), yaitu kemmapuan operasi suatu konsep atau pengethuan dalam praktek.
Beberapa hal yang dapat membatasi proses konstruksi pengetahuan manusia :

(Pengaruh terhadap konstruksi pengetahuan)

Ø  Hasil konstruksi  yang telah dimiliki seseorang (constructed knowledge).
Ø  Domain pengalaman seseorang (domain of experience)
Ø  Jaringan struktur kognitif seseorang (existing cognitive structure)

Asal-Usul Konstruktivisme (Sejarah)



  Hubungan antara Konstruktivisme,
  Aliran Filsafat lain dan Teori Belajar


Konstruktivisme dan Empirisme

Pertanyaan paling besar dalam konstruktivisme : Struktur pengetahuan itu terletak dalam realitas mana ?  Apakah yang disebut kebenaran pengetahuan ?

Kenyataan terdiri atas dua dimensi : dimensi eksternal yang bersifat objetif, dan dimensi internal yang bersifat subjektif. Kaum rasionalis : pengetahuan merujuk pada obyek-obyek, dan kebenaran merupakan akibat dari deduksi logis. (Cogito ergo sum = Saya berpikir maka saya ada). Kaum empiris : pengetahuan merujuk pada obyek-obyek berdasarkan penalaran induktif dengan bukti-bukti yang diperoleh dari pengalaman. Menurut kaum empiris, semua kenyataan itu diketahui dan dipahami melalui indra, dan kriteria kebenarannya adalah kesesuaiannya dengan  pengalaman. Dalam hal ini kaum rasionalis lebih menekankan pada : rasio, logika, dan pengetahuan deduktif, sedangkan kaum empiris lebih menekankan pada pengalaman dan pengetahuan induktif. Konstruktivisme dikatakan merupakan sintesis pandangan rasionalis dan empiris. Konstruktivisme menunjukkan interaksi antara subyek dan objek, antara realitas eksternal dan juga internal.

Konstruktivisme, Empirisme, dan Relativisme

Konstruktivisme sering terkontaminasi sehingga mengarah ke empirisme dan relativisme, terlebih dalam pendidikan sains. Kaum konstruktivis dalam pendidikan sains menekankan pada peranan indra, pengalaman, dan percobaan dalam pengembangan pengetahuan, sehingga cenderung ke empirisme.

Konstruktivisme, Empirisme, Nativisme, dan Pragmatisme

Kalau empirisme menyatakan bahwa semua pengetahuan diturunkan dari pengalaman indrawi, nativisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan adalah dari dalam. Konstruktivisme memuat segi empirisme dan dan nativisme : pengetahuan itu berasal dari sumber luar tetapi dikonstruksikan dalam diri seseorang. Kebenaran pengetahuan dalam konstruktivisme diganti dengan viability (berjalannya suatu pengetahuan). Hal ini berbeda dengan pragmatisme yang berslogan : kebenaran adalah hanya apa yang jalan. Konstruktivisme tidak mengklaim suatu kebenaran.

Konstruktivime vs Idealisme

Kaum idealis menyatakan bahwa pikiran dan konstruksinya adalah satu-satunya realitas. Konstruktivisme menyatakan bahwa kenyataan adalah apa yang dikonstruksikan dalam pikiran manusia . Bnetukan selalu berjalan, namun tidak selalu merupakan representasi dari dunia nyata. 

Konstruktivisme vs Objektivisme.

Bagi para Objektivis : realitas itu ada, terlepas dari pengamat, dan dapat ditemukan melalui langkah-langkah sistematis menuju kenyataan dunia ini. Konstruktivisme : pengetahuan adalah konstruksi pikiran manusia. Pengetahuan adalah suatu kerangka untuk mengerti bagaimana seseorang mengorganisasikan pengealaman, dan apa yang mereka percayai sebagai realitas.

Konstruktivisme dan Pembelajaran

1.      Pengetahuan dibangun oleh mahasiswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari dosen ke mahasiswa, kecuali melalui keaktifan mahasiswa sendiri untuk menalar
3.      Mahasiswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah
4.      Dosen sekedar membantu  menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi mhasiswa dapat terlaksana.





Konstruktivisme dan Teori Belajar

  1. Konstruktivisme menjadi landasan beberapa Teori Belajar, misalnya Teori Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna (Ausubel), Teori Skema.
  2. Konstruktivisme vs Behaviorisme dan Maturasionisme

Konstruktivisme dan Miskonsepsi

Konstruktivisme dan Balajar Bermakna

Konstruktivisme dan Teori Skemma

Konstruktivisme, Behaviorisme, dan Maturasionisme


Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Proses Belajar


Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif mahasiswa mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fsik, dll. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki mahasiswa sehingga pengetahuannya berkembang.
Proses tersebut bercirikan :
  1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh mahasiswa dari apa yang dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki.
  2. Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, mahasiswa akan selalu mengadakan rekonstruksi.
  3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru. Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
  4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
  5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman mahasiswa dengan dunia fisik dan lingkungannya.
  6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui mahasiswa, yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Mahasiswa


Kegiatan belajar adalah kegiatan aktif mahasiswa untuk menemukan sesuatu dan membangun sendiri pengetahuannya, bukan proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Mahasiswa bertanggungjawab atas hasil belajarnya. Ia membuat penalaran atas apa yang telah dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah diketahuinya, serta menyelesaikan ketidaksamaan antara yang telah diketahui dengan apa yang diperlukan dalam pengalaman baru. Belajar merupakanpengembangan pemikiran dengan membuat kerangka  pengertian yang berbeda. Belajar yang bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, dll., dan dalam prosesnya tingkat pemikiran selalu diperbaharui sehingga menjadi semakin lengkap.
Setiap mahasiswa mempunyai caranya sendiri untuk mengkonstruksikan pengetahuannya, yang terkadang sangat berbeda dengan teman-temannya. Jadi sangat penting bagi dosen untuk menciptakan berbagai variasi situasi dan metode belajar, karena dengan satu model saja tidak akan membantu mahasiswa yang cara belajarnya berbeda.

Mahasiswa Belajar dalam Kelompok 

Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi mahasiswa bila ia terlibat secara sosial dalam dialog, dan aktif dalam percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna dapat diperoleh dari dialog antar pribadi dalam suatu kelompok. Dalam kelompok belajar, mahasiswa dapat mengungkapkan perspektifnya dalam melihat persoalan dan hal lain yang akan dilakukan dengan persoalan itu. Melalui kesempatan mengemukakan gagasan, mendengarkan pendapat orang lain, serta bersama-sama membangun pengertian akan menjadi sangat penting dalam belajar, karena memiliki unsur yang berguna untuk menantang pemikiran dan meningkatkan kepercayaan seseorang.

Pengaruh Konstruktivisme terhadap Proses Pembelajaran


Bagi konstruktivisme, pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) dari dosen ke mahasiswa, melainkan kegiatan yang memungkinkan mahasiswa membangun sendiri pengetahuannya (belajar sendiri). 
Pembelajaran berarti partisipasi dosen bersama mahasiswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Pembelajaran adalah proses membantu seseorang berpikir secara benar, dengan cara membiarkannya berpikir sendiri, Berpikir yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar atas suatu persoalan. Seorang yang mempunyai cara berpikir yang baik dapat menggunakan cara berpikirnya ini dalam mengahadapi suatu fenomena baru, dan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan lain. Kemampuan ini tidak dipunyai mahasiswa yang hanya dapat menemukan jawaban yang benar, sehingga tidak dapat memecahkan masalah  yang baru.

Dosen sebagai Mediator dan Fasiliator

Menurut prinsip konstruktivisme, seorang dosen berperan sebagai mediator dan fasilitator, dapat menerima dan menghormati upaya-upaya mahasiswa untuk membentuk suatu pengertian baru, sehingga dapat menciptakan berbagai kemungkinan untuk siswa berkreasi :
  1. Membebaskan mahasiswa dari beban ikatan beban kurikulum dan membolehkan mahasiswa untuk berfokus pada ide-ide yang menyeluruh (big concepts)
  2. Memberikan kewenangan dan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengikuti minatnya, mecari keterkaitan, mereformulasikan ide, dan mencapai kesimpulan yang unik.
  3. Berbagi informasi dengan mahasiswa tentang kompleksitas kehidupan di mana terdapat berbagai perspektif, dan kebenaran merupakan interpretasi orang per orang.
  4. Mengakui bahwa belajar dan proses penilaian terhadap belajar merupakan hal yang tidak mudah untuk dikelola, karena banyak hal yang tidak kasat mata, tetapi lebihkepada rasionalitas individu..

Pengaruh Konstruktivisme terhadap Strategi Pembelajaran


Selain penguasaan yang luas dan mendalam, seorang dosen dituntut untuk menguasai beragam strategi pembelajaran sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhandan situasi mahasiswa. Hal ini disebabkan tidak ada satu strategi pembelajaran yang cocok untuk semua situasi, waktu, dan tempat. Strategi yang disusun dosen hanyalah suatu alternatif, bukan menu yang sudah jadi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam konstruktivisme ialah mengevaluasi hasil belajar mahasiswa. Dalam mengevaluasi, dosen sebenarnya menunjukkan kepada mahasiswa bahwa pikiran/ pendapat mereka tidak sesuai untuk persoalan yang dihadapi berdasarkan prinsip atau teori tertentu. Kebenaran bukanlah hal yang dicari, namun berhasilnya suatu proses (viable) adalah hal yang dinilai.

 Dalam mengevaluasi perlu dilihat tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, misalnya mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya, atau sekedar dapat menangani prosedur standar dan memberikan sumber jawaban standar yang terbatas. Proses evaluasi berbeda berdasarkan tujuan belajarnya, namun dalam konstruktivisme berfokus pada pendekatan mahasiswa terhadap persoalan yang dihadapi, bukan jawaban akhir yang diberikannya.

Proses evaluasi dalam pembelajaran konstruktivisme  tidak tergantung pada bentuk asesmen yang menggunakan paper and pencil test atau bentuk tes objektif. Bentuk asesmen yang digunakan disebut altenative assessment, seperti portfolio, observasi proses, dinamika kelompok, studi kasus, simulasi dan permainan, performance appraisal, dll.

Pembelajaran Konstruktivisme


Strategi Pembelajaran Konstruktivisme

Student-centered learning

Student-centered Learning Strategies :
-          belajar aktif
-          belajar mandiri
-          belajar kooperatif dan kolaboratif
-          generative learning
-          model pembelajaran kognitif :
-      problem based learning
-      discovery learning
-      cognitive strategies




Empat Komptensi Yang Wajib Dikuasai GURU

4 Kompetensi yang Wajib Dikuasai Guru
Untuk menciptakan peserta didik yang berkualitas, guru harus menguasai 4 kompetensi. Keempat kompetensi yang harus dikuasai guru untuk meningkatkan kualitasnya tersebut adalah kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Guru harus sungguh-sungguh dan baik dalam menguasai 4 kompetensi tersebut agar tujuan pendidikan bisa tercapai.

1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik pada dasarnya adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi yang merupakan kompetensi khas, yang membedakan guru dengan profesi lainnya ini terdiri dari 7 aspek kemampuan, yaitu:
1. Mengenal karakteristik anak didik
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran 
3. Mampu mengembangan kurikulum
4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik
5. Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik
6. Komunikasi dengan peserta didik
7. Penilaian dan evaluasi pembelajaran




2. Kompetensi Profesional.
Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan guru dalam mengikuti perkembangan ilmu terkini karena perkembangan ilmu selalu dinamis. Kompetensi profesional yang harus terus dikembangkan guru dengan belajar dan tindakan reflektif. Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
Konsep, struktur, metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar
Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah
Hubungan konsep antar pelajaran terkait
Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari
Kompetensi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional

3. Kompetensi  Sosial
Kompetensi sosial bisa dilihat apakah seorang guru bisa bermasyarakat dan bekerja sama dengan peserta didik serta guru-guru lainnya. Kompetensi sosial yang harus dikuasai guru meliputi:
Berkomunikasi lisan dan tulisan
Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik
Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar
Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia
Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan
Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru

4. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi ini terkait dengan guru sebagai teladan, beberapa aspek kompetensi ini misalnya:
Dewasa
Stabil
Arif dan bijaksana
Berwibawa
Mantap
Berakhlak mulia
Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
Mengevaluasi kinerja sendiri
Mengembangkan diri secara berkelanjutan


Keempat kriteria tersebut biasanya didapat dan dikembangkan ketika menjadi calon guru dengan menempuh pendidikan di perguruan tinggi khususnya jurusan kependidikan. Perlu adanya kesadaran dan keseriusan dari guru untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya. Karena kian hari tantangan dan perubahan zaman membuat proses pendidikan juga harus berubah.