Welcome To Our English Conversation Club SMA Negeri 1 Sekaran Lamongan

Minggu, 08 Januari 2012

Pendidikan berbasis budaya

Lanjutan Materi Lintas Budaya
(pokjar Paciran)
By : Husnun Naim
A. Membangun Sistem Pendidikan Berbasis Kebudayaan
Persoalan pendidikan tetap akan menarik untuk diperbincangkan dan akan menjadi sorotan publik yang selalu aktual. Apalagi, sistem pendidikan kita yang acapkali mengalami perubahan setiap tahun, walau pada kenyataannya masih saja menampakkan bahwa pendidikan kita jauh dari cita-cita yang kita inginkan. Ditambah lagi, dalam perjalanannya, pendidikan kita terseok-seok seperti negeri yang baru merdeka. Bahkan yang lebih memprihatinkan, hasil kajian-kajian menunjukan bahwa kwalitas pendidikan masyarakat, terutama di kepulauan Madura, amat jauh berada dilevel bawah dibandingkan dengan daerah-daerah lain.
Melemahnya kwalitas pendidikan masyarakat Madura disini tidak terlepas dari pengaruh sistem pendidikan nasional yang selama ini kita kembangkan, di mana, sistem pendidikan nasioal jauh dari akar budaya dan jauh lingkungan anak didik. Pada gilirannya, anak didik sebagai generasi yang diharapkan menjadi suri tauladan didaerahnya, terasing dari lingkungan masyarakatnya sendiri. Pendidikan yang tidak berlandaskan kebudayaan akan menghasilkan generasi yang tercerabut dari kehidupan masyarakatnya sendiri. Anak didik pandai di negeri orang, tetapi bodoh di negeri sendiri.
Realitas tersebut merupakan implikasi dari perubahan sistem pendidikan kita yang hanya mengandalkan pada silabus yang mengarah pada satu sistem pendidikan dan tidak berlandaskan pada kebudayaan, dan hal itu akan menghasilkan anak didik yang mikanik seperti mesin serta manusia-manusia yang orentasi pemikirannya pada kerja, bukan pengetahuan. Dengan kata lain, sistem pendidikan kita memberi kesan bahwa kesuksesan sebuah proses pendidikan hanya terletak pada satu instrumen teknis-operasional yakni kurikulum. Lembaga pendidikan yang tidak mengacu pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh pusat (mendiknas) maka proses pendidikan yang dijalankan akan mengalami kegagalan. Sehingga masyarakat Madura yang beragam dan agamis serta lebih mengedepankan nilai-nilai kebudayaan disulap menjadi masyarakat yang lupa pada akar budayanya. Tak jarang orang Madura yang tidak tahu bahasa Madura. Tidak sedikit putra-putri Madura yang tidak mengerti kebudayaan Madura. Bahkan ada yang merasa asing dengan tanah kelahirannya sendiri.
Selain sistem pendidikan tersebut menghasilkan anak didik yang melupakan kebudayaannya sendiri, yang lebih parah, justru anak didik cendrung bersikap individualis. Nilai-nilai budaya yang mengandung semangat kebersamaan sesuai dengan substansi pendidikan untuk mencerdaskan bangsa secara menyeluruh berubah haluan menjadi manusia yang berorentasi kerja. Bersekolah dan berkuliah hanya untuk mendapatkan pekerjaan, bukan menjadi manusia terdidik yang cerdas secara intelektual, emosional dan spritual.
Dari itu, sistem pendidikan yang hanya bergantung pada satu instrumen tersebut, atau lebih tepatnya disebut dengan sistem pendidikan individual itu, tidak akan mampu mencerdaskan dan mengangkat derajat masyarakat Madura khususnya dan bangsa secara menyeluruh. Hal tersebut, yang menjadi faktor utama adalah karean sistem pendidikan yang dihasilkan selama ini hanya berangkat dari konsep segelintir orang yang cendrung meniru pola pikir dari barat bukan dari hasil pengamatan dan penelitian terhada budaya, terutama di Madura.
Model Pendidikan Berbasis Kebudayaan
Berlandaskan uraian yang dihasilkan dari pengamatan dan kajian-kajian di muka, sudah semestinya kita memiliki trobosan-trobosan pemikiran strategis yang lebih mengedapankan nilai-nilai kebudayaan. Memang, model yang akan kita laksanakan akan tetap mengacu pada sistem pendidikan nasional dalam aspek pengembangannya, namun tetap mengoptimalkan dan menghargai ruang-ruang kebersamaan seperti belajar kelompok sehingga kecerdasan kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dimiliki bersama-sama serta anak didik pun tidak hanya memiliki kemampuan kognitif belaka yang mengarahkan pada sikap individualis.
Dengan lain kata, meskipun mencontoh sistem pendidikan nasional, akan tetapi direalisasikan dengan kreativitas yang tidak sama, sebab ekplorasi yang dikembangkan yaitu belajar bersama dan menjadi guru secara besama-sama sehingga ada taken for grantede diantara mereka. Hal ini akan menggugah peserta didik untuk terus belajar dan saling mengisi serta akan dapat menghilangkan kecendurungan putus asa (frustasi) yang sering kali terjadi pada anak didik, terutama, yang belum dewasa.
Sistem ini, tentu saja tidak mengharuskan merubah secara total terhadap kurikulum yang telah dikembangkan selama ini. Sebab titik masalahnya bukan terletak pada kesalahan kurikulum nasional yang dibuat oleh segelintir orang, akan tetapi hilangnya akar kebudayaan seperti nilai-nilai kebersamaan yang natural dalam belajar serta pengarahan pada satu instrumen oprasional yang menggiring peserta didik pada sikap individualis.
Dari itulah, sudah saatnya budaya-budaya lokal dihargai, ditata ulang, dicairkan, dan dirajut kembali. Hanya dengan berlandaskan mekanisme dan trobosan-trobosan tersebut yang bisa mendorong peserta didik pada prilaku kolektif sesuai dengan cita-cita substansial pendidikan. Pada capaian berikutnya, dialektika tersebut dapat mengantarkan peserta didik berbenah diri dan meningkatkan sumber daya manusianya.
Tanpa mengoptimalkan pendidikan yang berbasis kebudayaan tersebut, anak didik kita akan kehilangan rasa sosialnya dan akan terus semakin jauh dari masyarakatnya sendiri. Dan penataan ulang terhadap sistem pendidikan yang lebih mengarah pada budaya tersebut membutuhkan sumbangan pemikiran dari semua pihak yang berkompeten dalam dunia pendidikan.



B. KEUNTUNGAN PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA
• Keuntungan pembelajaran berbasis budaya :Dalam pembelajaran berbasis budaya, lingkungan belajar akan berubah menjadi lingkungan yang memungkinkan guru dan siswa berpartisipasi aktif berdasarkan budaya yang sudah mereka kenal sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Siswa merasa senang dan diakui keberadaan serta perbedaannya karena pengetahuan dan pengalaman budaya yang sangat kaya yang mereka miliki dapat diakui dalam proses pembelajaran. Selanjutnya interaksi guru dan siswa akan mengakomodasikan proses penciptaan makna dari ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam matapelajaran di sekolah oleh masingmasing individu. siswa dapat menggunakan bergam perwujudan dalam proses hasil belajar seperti membuat poster, puisi, catatan harian, laporan ilmiah, tarian, lukisan serta ukiran dan tidak hanya terfokus pada alat penilaian berbentuk tes.
C. STRATEGI PENDIDIKAN BERBASIS KEBUDAYAAN
Strategi pendidikan di bawah lingkungan pendidikan berbasis kebudayaan “culture education base”, adalah sebagai upaya untuk memperinci kebijakan pendidikan kebudayaan itu sendiri. Pemaknaan utama pendidikan berbasis kebudayaan “culture education base” akan mencakup program-program yang secara garis besar dapat dimasukkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :
1. Program yang berorientasi pada isi.
Program yang berorientasi pada isi “content oriented program” adalah suatu program pendidikan kebudayaan yang mencakup isi mengenai kelompok-kelompok kebudayaan yang berbeda. Kurikulum dan bahan ajar akan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai kelompoknya sendiri dan kelompok lain. Tujuan utama dan program ini adalah :
a. Mengembangkan isi kebudayaan melalui beberap disiplin ilmu yang khususnya berada di bawah koordinasi studi sosial, studi fisika, dan humaniora.
b. Mengintegrasikan pelbagai pandangan dan prespektif yang berbeda di dalam kurikulum.
c. Mentransformasikan standarisasi nilai, dan morma yang akhirnya dapat mengembangkan paradigma baru di dalam kurikulum.
2. Program yang berorientasi pada siswa
Program yang berorientasi pada siswa “student oriented” Program ini berangkat dari tesis seorang pilosof Romawi yang bernana Seneca hidup kira-kira 2000 tahun yang lampau, ia berkata : “Non Scholae, and vitea discimus” yang artinya: “janganlah mengajar untuk sekolah, ajarlah untuk hidup”. Pertanggung jawaban kita sebagai guru di dalam pendidikan bukanlah pada sekolah, melainkan terhadap kemanusiaan dan kehidupan dengan memberikan kompetensi di dalam setiap wilayah kehidupan. Pendidikan bukanlah sekedar menjejali otak para peserta didik dengan informasi dan fakta yang tidak bermakna tanpa pengalaman. Pesera didik datang ke sekolah dengan suatu semangat untuk belajar, tetapi dengan segera para peserta didik kehilangan hubungan pribadi dengan nilai-nilai budayanya dari yang mereka pelajari. Padahal para peserta didik ingin mengetahui kehidupan yang nyata.

3. Program yang berorientasi pada komunitas
Program berorientasi pada komunitas “community oriented” Program itu dari (2) dua buah paradigma yaitu :
a. Paradigma pembangunan berwawasan komunitas atau disebut juga paradigma manajemen sumber daya berwawasan komunitas “community base resources management”.
b. Paradigma pendidikan yang beroreintasi pada rekonstruksi sosial.
Program pendidikan ini bertujuan untuk mengadakan reformasi, baik reformasi pada persekolahan di dalam konteks budaya. Tujuan utama program pendidikan ini adalah agar setiap mata pelajaran berdampak kebih luas terhadap pemahaman budaya lokal, khususnya vitalitas local “genius local”. Paradigma ini menempatkan sesuatu yang bermakna bagi nilai-nilai sumber daya manusia. Seperti kemandirian dan harga diri.
Strategi pendidikan berbasis kebudayaan sangat bagus dan memang seharusnya arah pendidikan seperti itu. hanya saja yang perlu kita cermati siswa adalah seorang anak manusia yang hidup dan belajar dari lingkunganya, baik lingkungan tempat tinggalnya maupun lingkan sekolah tempatnya belajar. Plus media informasi baik cetak, televisi maupun internet,turut serta membentuk kepribadian anak yang merupakan produk akhir dari belajar. Untuk itu maka kita semua harus mempunyai kesamaan pandangan terhadap hidup dan kehidupan ini yang merupakan pembuat budaya sekligus hasil dari budaya.Untuk itu sebagai pioner dalam hal ini adalah Pemerintah ( excecutive, legislatif maupun yudikatif ) baik pusat mapun daerah juga tokoh masyarakat.Mereka harus mampu memberikan contoh sama atau selarasnya perkataan dan perbuatan. Tidak seperti saat ini anatara pembicaraan terjadi perbedaan yang sangat tajam/munafiq.
Paciran, 7 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar